Asa yang Terenggut di Sinrijala

Oleh: 
Nina Firstavina, SE
Web Editor 
PNPM Mandiri Perkotaan  

Duka itu membekas jelas di raut wajah Dg.Ngasih. Anak semata wayangnya, Hadiah Dg. Puji, yang tengah hamil enam bulan, meninggal dunia tertimbun reruntuhan rumahnya dalam kejadian tembok longsor di Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada hari Minggu, 4 Desember 2011, sekira pukul 13.30 WITA.

“Dg.Ngasih juga hampir menjadi korban, karena dia sudah berada di pintu. Kalau tidak ditarik oleh suaminya, Dg.Sadong, sudah pasti ikut terkubur dia,” tutur Dg. Sunggu, dengan dialek khas Makassar nan kental. Dg.Sunggu adalah tetangga rumah Dg.Ngasih.

Pada Rabu, 7 Desember 2011, sekira pukul 09.15 WITA itu, Dg.Sunggu dan Dg.Ngasih sedang duduk berdampingan di kursi panjang yang terbuat dari beberapa balok kayu, di pinggir kanal. Di seberang kanal itu tampak timbunan tanah longsoran. Ada jejeran bekas rumah, terbuat dari seng dan kayu, hancur berantakan di bawah tanah dan tembok yang longsor tersebut.

Posisi duduk Dg.Ngasih tampak memunggungi pemandangan longsoran tersebut. Mungkin masih terlalu sakit di hatinya melihat pemandangan gundukan tanah yang merenggut harta dan nyawa anak-cucunya itu. Meski cahaya matanya layu, perempuan berkulit gelap terbakar matahari itu tampak berusaha tetap tegar. Rambutnya, yang agak ikal dan hampir seluruhnya memutih, dikonde cukup rapi. Ia tidak banyak berkata-kata. Makanya Dg. Sunggu, yang terlihat sangat tegar menghadapi musibah yang merenggut seluruh harta benda dan rumahnya ini, lebih banyak menjelaskan kejadian memilukan tersebut.

“Siang itu Dg.Ngasih dan suaminya sedang berada di kanal, memunguti beling dan barang-barang yang hanyut. Hadiah juga ikut membantu, tapi Dg.Ngasih menyuruh dia masuk ke rumah takut bayi di perut Hadiah kedinginan,” tutur Dg.Sunggu. Sebagai informasi, warga sekitar Jl. Suka damai ini memang sering memunguti sampah di Kanal Sinrijala guna dikumpulkan lalu dibawa ke tempat penampungan, dikilo, dan mereka akan diberikan kompensasi uang. 

Menurut Dg. Sunggu, Hadiah menurut dan masuk ke rumah, berganti baju dan mengenakan kain kemben khas Makassar diikat ke dadanya dan bersiap rebahan di dipan. Kain kemben bermotif batik khas ini mirip jarik di Jawa. Para perempuan di daerah Sinrijala memang biasa mengenakannya.

Mak!” begitu seru Hadiah, memanggil ibunya. Dg.Ngasih menghampiri. Badannya sudah hampir masuk ke rumah ketika terdengar gemuruh. Tanah runtuh! Ya, tanah menderu, menimpa atap rumah seng itu.

“Awas kau bisa mati!” seru Dg.Sunggu menirukan teriakan Dg.Sadong saat itu. Menurutnya, Dg.Sadong yang berada di belakang sang istri segera menarik tangannya dan berlari menghindari runtuhan dan longsoran tanah. Sebagian warga lainnya berlarian ke segala arah, bahkan ada yang nekat menceburkan diri ke kanal yang sedang meluap hingga setinggi jembatan sederhana terbuat dari tiga bilah bambu yang menghubungkan rumah mereka dengan sisi kanal di seberangnya.

Dalam waktu sekian detik, tanah dan tembok batako merajai 11 rumah penduduk hingga hancur total. Ketika shock berakhir, Dg.Ngasih segera teringat anaknya yang berada di dalam rumah, tertimbun tanah. Ia pun histeris.

Bayi di Perutnya Masih Sempat Bergerak

“Ketika warga menghampiri rumah Dg.Ngasih dan mencoba menggali reruntuhan, kita bisa lihat kepala Hadiah, tapi badannya tertimbun. Kita sampai harus memotong balok kayu yang menimpa badan dia. Setelah itu kita tarik dia keluar. Saat diperiksa, ia sudah tidak bergerak lagi, tapi bayi di perut dia masih bergerak-gerak,” ujar Dg.Sunggu.

Sekira setengah jam dari kejadian, warga baru berhasil mengeluarkan Hadiah dari reruntuhan dan membawanya ke Sekretariat Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Sikamaseang, dampingan PNPM Mandiri Perkotaan, yang sudah berubah fungsi jadi tempat posko darurat bencana. Warga menduga, Hadiah meninggal.

Ketika Dg.Sunggu berhenti bercerita, Dg.Ngasih tampak mengusap matanya dengan jemari. Air mata Dg.Sunggu turut menitik, merambahi pipi keriputnya. Sementara bercerita, suami Dg.Ngasih, Dg.Sadong tampak beberapa meter berdiri di belakangnya. Ia tampak segan menghampiri kami. Sepertinya luka di hatinya pun membuat laki-laki berpostur agak kurus, berkulit gelap dan sedang mengenakan topi merah itu enggan mendengar lagi cerita kejadian yang ia alami sendiri.

“Kasihan (Hadiah) itu anak satu-satunya Dg.Ngasih. Baru ditinggal suami pula dia. Waktu hamil 3 bulan, si suami pergi tanpa kabar dan sampai sekarang tidak kembali. Kalaupun dia kembali, tidak maulah Dg.Ngasih menerimanya lagi,” tutur Dg.Sunggu, ditanggapi dengan anggukan kecil Dg.Ngasih.

Kena Macet Menuju Rumah Sakit

Menurut Koordinator BKM Sikamaseang Dian Iryanni, ketika dibawa ke Posko darurat, Hadiah ternyata masih hidup. “Memang dikiranya sudah meninggal, tapi ada orang yang memeriksa, mengatakan dia masih bernapas,” kata dia.

Sejumlah anggota BKM dan warga lain segera melarikan Hadiah ke rumah sakit (RS) terdekat, yaitu RS Umum Wahidin. Begitu tiba di jalan raya, kondisi lalu lintas macet berat. “Hampir setahun terakhir ini memang jalan besar jadi sering macet. Untuk ke RS Wahidin pun kita perlu balik arah dan tempat putar arahnya itu cukup jauh sampai ke depan Ramayana,” jelas Dian.

Ia mengatakan, Sekretaris Pemasaran PLPBK Kelurahan Sinrijala yang menemani Hadiah ke RS sempat meneleponnya sekira pukul 14.30 WITA, memberi tahu bahwa mereka masih di jalan, terhambat macet. Hadiah dikatakan masih hidup. Namun, sekira 5 menit kemudian, Dian kembali mendapat telepon. “Ternyata sudah meninggal dan belum sampai di rumah sakit,” tuturnya.

Hadiah akhirnya tiba di RS dan segera ditangani dokter. Sayang, menurut dokter, bayi di dalam perut Hadiah juga tidak tertolong. Sang jabang bayi turut syahid menyusul ibunya.

Tercatat, Hadiah Dg.Puji dan bayinya menjadi 2 dari 10 korban tewas akibat longsornya tembok di belakang permukiman penduduk Jl. Suka Damai, Kelurahan Sinrijala. Sedangkan tiga korban lain yang diungsikan ke rumah sakit dan dikira tewas, ternyata selamat. Salah satu korban yang dilarikan ke rumah sakit dan selamat adalah anak balita. Malang, jari kaki sang anak putus dan harus diamputasi.

Sebenarnya beberapa warga hendak membawa korban-korban tertimbun itu ke rumah sakit, tapi mereka mengaku takut dengan biaya administrasi rumah sakit, mengingat mereka tidak memiliki uang. Apalagi mendengar kejadian, ada warga yang datang ke RSU Wahidin, ditolak, akhirnya kembali lagi ke rumah. Rupanya warga salah paham. RS bukannya menolak korban. Sang korban salah masuk loket dan disarankan untuk ke tempat (loket) lain. Kesalahpahaman ini sudah diklarifikasi oleh RSU Wahidin melalui beberapa media.

Menurut Dian Iryanni, ketika longsor terjadi, BKM sedang melaksanakan Pelatihan Tim Pemasaran dan Tim Pelaksana Pembangunan Fisik. “Kami tidak mendengar suara gemuruh longsornya tanah dan tembok, karena waktu itu bersamaan dengan hujan deras, angin dan gelegar guntur. Menurut warga, sebelum tembok itu roboh, air hitam memancar dari bawah tembok itu. Mungkin itu air buangan dari lokasi pembangunan di belakang permukiman penduduk tadi,” katanya.

Dian bercerita, begitu ia dan para Relawan serta BKM berlari turun—tanpa menghiraukan hujan—dan menuju ke tempat kejadian longsor, BKM akhirnya memutuskan untuk membuat sekretariat mereka, yang terletak di sebelah Kantor Kelurahan Sinrijala, menjadi Posko Bencana darurat. “Semua korban dan mayat kami letakkan di depan sekretariat. Tindakan kami selanjutnya adalah menggunakan dana sisa pelatihan untuk membeli air (minum) dan makanan yang mungkin diperlukan korban,” Dian menuturkan.

Malamnya, menurut dia, walikota datang mengunjungi lokasi, didampingi oleh seluruh kepala kelurahan se-kecamatan Panakkukang beserta Camat Panakkukang. “Bahkan wakil walikota katanya menelepon beberapa rumah sakit, seperti Awal Bros, Wahidin, Faisal, Bhayangkara untuk segera menerima korban Sinrijala tanpa mengkhawatirkan biaya, karena biaya nanti akan ditanggung pemerintah,” ujarnya. Sayang, lanjut dia, tidak semua warga mengetahui hal tersebut, menyebabkan mereka enggan datang ke rumah sakit, padahal sudah luka-luka akibat longsoran tembok.

Tembok longsor yang dimaksud adalah milik perumahan Villa Mutiara. “Itu perumahan mewah. Menurut kabar, harga satu rumahnya empat-miliar rupiah,” tutur Dian. Namun demikian, sesuai yang diberitakan media secara luas, pihak pengembang (developer) Villa Mutiara bersedia bertanggung jawab dan memberi santunan kepada korban.

Santunan yang dijanjikan adalah sebesar Rp20 juta untuk korban meninggal, perawatan rumah sakit sekira Rp7 juta, pengobatan sampai sembuh dan perbaikan rumah sebesar Rp3 juta. (Sumber: Liputan6 SCTV) Namun, hingga tulisan ini ditayangkan, korban baru menerima Rp500.000 dan bingkisan—tidak dijelaskan bingkisan apa.

Hingga tulisan ini diturunkan, korban longsor tembok Kelurahan Sinrijala mengaku baru menerima dana santunan sebesar Rp500.000 dan bingkisan. Pihak BKM dan kelurahan masih menjadi Posko Bencana dan dapur darurat guna memberi makan korban, tiga kali sehari. Sebagian besar korban, yang memiliki keluarga di sekitar Sinrijala, segera mengungsi ke rumah keluarga mereka. Sisanya, masih tampak berlalu-lalang di Posko Bencana.

Lebih lanjut, bagi pembaca yang terketuk hatinya dan hendak menyumbang bagi warga Sinrijala, silakan kirimkan bantuannya ke:

Kantor Kelurahan Sinrijala/Sekretariat BKM Sikamaseang
Jl. Suka Damai, Kelurahan Sinrijala
Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan  

“Kami belum terpikir untuk membuka jalur bagi para dermawan yang hendak menyumbang dengan cara transfer. Insya Allah segera kami koordinasikan di sini dan kami sampaikan nomor rekeningnya,”

Gambaran Umum Kelurahan Sinrijala

Secara umum gambaran wilayah Jl. Suka Damai ini terbelah kanal selebar sekira 10 meter. Di kiri-kanan kanal terdapat permukiman penduduk, sebagian besar kumuh, dengan kondisi rumah berlantai tanah, bertulang kayu serta berdinding/beratap seng dan tripleks.

Luas wilayah Kelurahan Sinrijala sendiri berukuran 1,92 kilometer persegi dengan total penduduk sekira 3532 jiwa, terdiri dari 5 RW dan 15 RT. Menurut laporan PJM Pronangkis Kelurahan Sinrijala oleh BKM Sikamaseang, tahun 2007 - 2010, tercatat penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh adalah 45 orang, serta 13 orang karyawan, 16 orang wiraswasta, 8 orang PNS, 2 orang TNI dan 4 orang pensiunan.

Sarana ibadah dan pendidikan sebanyak 3 mesjid, 3 sekolah dasar, 1 SLTP, 2 SMU, dan 2 yayasan pendidikan. Sarana kesehatan terdiri dari 1 apotek, 4 posyandu, 3 dokter praktek, 2 ahli pengobatan alternatif, dan 1 toko obat. Sarana air bersih terdiri dari 25 PDAM, 17 sumur gali dan 12 pompa/sumur pompa. Sarana lainnya adalah 1 lapangan badminton, 4 MCK umum dan 5 tempat pembuangan sampah. (Web)

Editor: Nina Firstavina

Comments

Popular posts from this blog

Dan, Bekisar Merah itu pun Terbang (Bagian 2)